Perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1950-an. Tetapi pada awal perkembangannya, mekanisasi pertanian di Indonesia mengalami banyak hambatan baik dalam hal teknis, ekonomis, maupun sosial. Penggunaan alsintan baru mengalami peningkatan sejak tahun 1970-an karena kesadaran petani semakin tinggi akan manfaat mekanisasi pertanian. Kesadaran ini juga merupakan kebijakan untuk program swasembada beras waktu itu, sehingga semua usaha peningkatan produksi padi diupayakan dengan prioritas tinggi, terutama pada pembangunan irigasi, penyuluhan, dan perluasan areal pencetakan sawah baru.
Walaupun pemakaian alsintan di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tetapi tingkat mekanisasi di Indonesia masih ketinggalan dari negara-negara lain. Menurut Alfan (1999), Indonesia masih sangat ketinggalan pada pengembangan traktor. Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005 kw/ha. AS 1,7 kw/ha, Belanda 3,6 kw/ha dan Jepang 5,6 kw/ha. Rendahnya pemakaian traktor ini mencerminkan mekanisasi pertanian yang masih rendah sehingga produktivitas pertanian kita jauh ketinggalan dari negara-negara maju di atas.
Kehilangan hasil dalam pertanian masih besar dan penanganan pascapanen juga kurang sehingga produk yang dihasilkan mutunya kurang baik. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 1986/87 susut pascapanen ada pada angka 18-19 % dan terbesar pada panen dan perontokan masing-masing adalah 3 dan 5 %. Pada tahun 2004, Tjahyo Hutomo dkk. menunjukkan bahwa rendemen penggilingan padi hanya mencapai rata- rata 59 %, sedangkan angka rendemen pada proyeksi pengadaan pangan adalah 63 %. Suatu hal yang memiliki risiko tinggi pada ketahananan pangan, dan hal ini bisa merupakan indikasi kelemahan pada sistem kelembagaan perberasan nasional.
Mekanisasi pertanian dapat meningkatkan produktivitas pertanian melalui pengolahan lahan yang lebih baik, mengurangi kehilangan hasil serta meningkatkan ketepatan waktu dalam aktivitas pertanian. Selama musim tanam dan musim panen, permintaan tenaga kerja sangat besar. Dengan menggunakan alat dan mesin pertanian pekerjaan ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Dan tenaga kerja manusia dapat dialokasikan untuk pekerjaan lain.
Korelasi antara Mekanisasi Pertanian dengan Kinerja Usaha Tani
Melalui struktur ongkos usaha tani dapat dilihat proporsi tiap input pertanian terhadap biaya usaha tani. Pada Tabel 7. dapat dilihat struktur ongkos per hektar usaha tani di Indonesia pada tahun 1994-1998/1999. Proporsi terbesar pada biaya usahatani adalah upah buruh. Pada saat krisis, tahun 1998/1999 pendapatan bersih petani mengalami peningkatan yang cukup besar. Kenaikan ini terjadi karena harga barang-barang naik, termasuk harga beras. Akan tetapi kenaikan pendapatan bersih riil petani sebenarnya tidak sebesar kenaikan pendapatan nominalnya. Pendapatan bersih riil di rural hanya meningkat 7.7 persen dari tahun sebelumnya.
Sumber : http://kuantannet.blogspot.com/2016/12/makalah-mekanisasi-pertanian.html
0 komentar
Posting Komentar