Jumat, 20 September 2019

Pengolahan Jerami Dan Dedak untuk Pakan Sapi



Limbah pertanian (by-product) olahan memiliki kandungan protein 12% lebih tinggi daripada  kandungan  protein  rumput  sekitar 9%. Palatabilitas pakan olahan lebih baik karena   mengandung   molase   dan   pikuten (mineral komersial) (Sariubang, 2010). Limbah pertanian dapat diolah menjadi pupuk organik, pakan ternak, dan dedak sebagai berikut:

1.     Pengolahan Jerami Sebagai Pupuk.

Pembakaran jerami akan mengurangi unsur hara yang terkandung di dalamnya, sedangkan penelantaran jerami di lahan garapan meskipun unsur hara yang dikandungnya relatif masih tersedia, namun memerlukan waktu untuk cepat diikat oleh partikel tanah, sehingga proses penyuburan kembali   tanah   membutuhkan   waktu   yang cukup lama. Menurut Abdulrachman et al. (2013), pembuatan kompos jerami dapat dilakukan dengan dua cara:

1.    Ditumpuk dan dibalikkan, dan
2.    Ditumpuk dengan ventilasi tanpa dibalikkan, untuk mempercepat proses dekomposisi menggunakan dekomposer. 

Beberapa dekomposer komersial yang digunakan mengandung beberapa macam mikroba, misalnya M-Dec mengandung Trichoderma harzianum, Aspergillus sp., dan Trametes sp. Orgadec mengandung Trichoderma pseudokoningi, dan Cytophaga sp.EM-4 mengandung bakteri fotosintesis, asam  laktat,  Actinomycetes, ragi,  dan  jamur fermentasi.

Probion adalah bahan pakan aditif ternak yang dapat digunakan secara langsung sebagai bahan campuran pakan konsentrat atau meningkatkan kualitas jerami padi melalui proses fermentasi. Probion merupakan konsorsia mikroba dari rumen ternak ruminansia yang diperkaya dengan mineral esensial untuk pertumbuhan mikroba tersebut (Haryanto, 2012). Kompos yang telah matang ditandai dengan temperatur yang sudah konstan 40-50 oC, remah, dan berwarna coklat kehitaman. Kompos yang didapat sejumlah ± 500 kg dengan kualitas C-organik >12%, C/N ratio  15-25%, kadar air  40-50%, dan  warna coklat muda kehitaman.

2.     Pengolahan Jerami Sebagai Pakan Ternak Sapi

Potensi  limbah  pertanian  berupa jerami sangat berlimpah, namun belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi. Kendala utama dari pemanfaatan jerami sebagai pakan ternak adalah kandungan serat kasar tinggi dan protein serta kecernaan yang rendah. Penggunaan jerami secara langsung atau sebagai pakan tunggal tidak dapat memenuhi pasokan nutrisi yang dibutuhkan ternak (Yunilas, 2009). Nilai gizi jerami dapat ditingkatkan melalui fermentasi probiotik dan hampir menyamai kualitas rumput gajah.

Jerami yang sudah difermentasikan harus disimpan   di   tempat   kering   agar   mutunya terjaga (Ibrahim et al., 2000). Jerami sebagai pakan ternak dapat mengefisienkan tenaga kerja untuk mencari rumput. Bahkan telah dilakukan penelitian dan pengkajian pemberian limbah pertanian jerami untuk ternak dengan menambahkan mikroba dan urea (Ibrahim et al., 2000). Menurut Haryanto et al. (2002), setiap   hektar   sawah   menghasilkan   jerami segar 12-15 ton/ha/musim dan setelah melalui proses fermentasi menghasilkan 5-8 ton/ha yang dapat digunakan untuk pakan 2-3 ekor sapi/tahun. Menurut Haryanto (2004), produksi jerami padi tersebut dapat memenuhi kebutuhan pakan ternak sebanyak 1.196.432 ekor/musim.

Menurut Syamsu (2006), komposisi nutrisi  jerami  padi  yang  telah  difermentasi dengan menggunakan starter mikroba (starbio) sebanyak 0,06% dari berat jerami padi, secara umum memperlihatkan peningkatan kualitas dibanding jerami padi yang tidak difermentasi. Kadar    protein    kasar    jerami    padi    yang difermentasi   mengalami   peningkatan   dari 4,23% menjadi 8,14% dan diikuti dengan penurunan kadar serat kasar.

Hal ini menunjukkan indikasi bahwa starter mikroba merupakan mikroba proteolitik yang menghasilkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida yang selanjutnya menjadi peptide sederhana. Penggunaan   starter   mikroba   menurunkan kadar dinding sel jerami padi dari 73,41% menjadi 66,14%. Selama fermentasi terjadi pemutusan ikatan lignoselulosa dan hemiselulosa jerami padi.

Mikroba lignolitik dalam starter mikroba membantu perombakan ikatan lignoselulosa, sehingga selulosa dan lignin dapat terlepas dari ikatan tersebut oleh enzim lignase. Fenomena ini terlihat dengan menurunnya kandungan selulosa dan lignin jerami padi yang difermentasi. Lignin merupakan benteng pelindung fisik yang menghambat daya cerna enzim terhadap jaringan tanaman dan lignin berikatan erat dengan hemiselulosa. Di lain pihak dengan menurunnya kadar  dinding sel  menunjukkan telah terjadi pemecahan selulosa dinding sel sehingga pakan akan menjadi lebih mudah dicerna oleh ternak.

Hasil fermentasi jerami mampu meningkatkan kadar gizi yang dikandungnya sehingga diharapkan berdampak terhadap pertambahan  bobot  hidup  ternak.  Menurut Suyasa et al. (2004), sapi-sapi yang diberikan pakan tambahan seperti jerami dan probiotik mampu memberikan pertambahan bobot hidup 0,56-0,68  kg/ekor/hari lebih  tinggi dibandingkan cara petani. Untuk jerami fermentasi memiliki peluang sebagai pengganti rumput yang selama ini dimanfaatkan sebagai pakan utama ternak khususnya sapi, karena ke depan nampaknya lahan akan semakin sulit sedangkan di sisi lain ternak semakin dibutuhkan.

3.     Pemanfaatan Dedak sebagai Pakan Ternak

Dedak merupakan hasil sampingan proses penggilingan padi menjadi beras yang terdiri dari lapisan aleuron dan sebagian kecil endosperma, pericarp, pegmen, dan germ (Tangendjaja, 1988). Dedak dihasilkan sebanyak 8-10% dari berat padi yang digiling, sehingga ketersediannya cukup melimpah. Menurut Udiyono (1987), dedak padi secara kimiawi mengandung bahan kering 88,30%; serat kasar 15,30%; abu 9,90%, protein kasar 10,10%,   lemak   kasar   4,90%,   dan   BETN 48,10%.

Dedak  merupakan  sumber karbohidrat yang mudah tersedia dan sangat efektif dalam memperbaiki kualitas fermentasi dan jerami padi (Bolsen et al., 1996). Pemberian dedak dan probiotik bioplas pada induk bunting sapi lokal DAS Katingan dapat meningkatkan bobot badan induk sapi sekitar 0,5   kg/ekor/hari   dan   dapat   meningkatkan bobot lahir anak sekitar 10,5 kg dibandingkan kontrol 8,9 kg.

Konsumsi pakan meningkat sekitar 5,2 kg. Selain itu, pemberian dedak dan probiotik bioplas pada induk sapi lokal DAS Katingan dapat estrus kembali setelah 62 hari setelah melahirkan dibandingkan dengan kontrol sekitar 85 hari setelah melahirkan (Salfina, 2012).

0 komentar

Posting Komentar