Senin, 23 September 2019

pengantar ilmu pertanian pemasaran

Pengertian Pemasaran Pertanian


Pemasaran adalah sejumlah kegiatan bisnis yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan kepuasan kepada konsumen dari barang atau jasa yang ditawarkan. Dengan harapan barang atau jasa tersebut sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.

Pemasaran pertanian berarti kegiatan bisnis dimana menjual produk berupa komoditas pertanian sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen, dengan harapan konsumen akan puas dengan mengkonsumsi komoditas tersebut. Pemasaran pertanian dapat mencakup perpindahan barang atau produk pertanian dari produsen kepada konsumen akhir, baik input ataupun produk pertanian itu sendiri.

Ruang Lingkup Kegiatan Pemasaran


Ruang lingkup kegiatan pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian adalah : pembangunan sistem dan usaha-usaha di bidang pengolahan hasil pertanian yang meliputi kegiatan-kegitan penanganan pasca panen dan pengolahan untuk memproses produk segar/primer, produk setengah jadi, produk olahan utama, produk ikutan dan produk limbah termasuk pengembangan mutu dan sarana pengolahannya serta pembangunan pemasarannya baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional.

        Manfaat yang dapat diperoleh melalui Pembangunan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (Pembangunan PPHP) adalah : 

1). terciptanya wawasan agribisnis dan budaya industri pada masyarakat; 
2). berkembangnya kegiatan sub-sistem agribisnis hilir berupa aktifitas-aktifitas pasca panen, pengolahan, pemasaran dan jasa; 
3). tumbuhnya industri-industri di pedesaan; 
4). berkembangnya investasi di pedesaan; 
5). meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah; 
6). bertambahnya lapangan pekerjaan baru; 
7)meningkatnya perolehan devisa bagi Negara; serta 
8). berkurangnya arus urbanisasi.

       Pengembangan usaha tani dengan konsep usaha tani berbasis agribisnis, pada penerapan atau operasionalisasinya di lapangan masih banyak  mengalami kendala.  Kegiatan produksi usaha tani (on farm) yang dilakukan oleh masyarakat kita sebagian besar bersifat sub sisten (hanya untuk mencukupi kebutuhan sendiri) dan belum berorientasi pasar sehingga dengan demikian Pembangunan PPHP terkendala.

        Kebijakan pengembangan agrobisnis diarahkan berorientasi pada kekuatan pasar (market driven), pemilihan komoditi pertanian yang diusahakan petani hendaknya  memilih komoditas  yang bernilai ekonomis.


Perilaku pedagang


                Perdagangan merupakan sebuah konsep perekonomian yang paling tua umurnya, dari zaman peradaban dahulu1 sampai saat ini, perdagangan menjadi sentral perekonomian dunia. Perdagangan adalah menawarkan produk yang kita punyai untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup, baik untuk yang memproduksi maupun untuk para konsumen. Salah satu contoh perdaganhan ialah pasar. Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli barang maupun jasa dengan adanya kesepakatan harga antara kedua belah pihak, atau disebut transaksi.

            Kegiatan perdagangan di Indonesia masih berlangsung dalam budaya sosio-ekonomi yang berbentuk sistem “ekonomi pasar tradisional” (Ramelan, 2002). Bahkan, dalam keadaan krisis yang sedang kita alami, ekonomi pasar tradisional telah menunjukan ketahanannya. Dalam era globalisasi ekonomi, ekonomi pasar tradisional masih menjadi andalan sistem ekonomi kita. Namun demikian, saat ini kondisi pasar tradisional pada umumnya memprihatinkan (Poesoro, 2007). Dengan berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh pasar modern, kini pasar tradisional semakin terancam keberadaannya.

Beberapa ciri pokok ekonomi tradisional adalah informal, kecil-kecilan dan keterlibatan perempuan. Perempuan merupakan pelaku yang banyak pada sektor tradisional atau informal. Masuknya perempuan dalam perdagangan, terutama pada skala kecil, menurut Abdullah (2001), disebabkan karena menyempitnya lahan pertanian di wilayah pedesaan sehingga perempuan tersingkir dari kegiatan pertanian yang dikuasai laki-laki.

Pelaku dalam perdagangan tidak hanya “pedagang” dalam arti orang yang membeli dan membayar suatu barang, lalu menjualnya pada kesempatan lain dengan mengambil untung dari kegiatannya tersebut. Selain pedagang, dalam sistem perdagangan terlibat juga para buruh yang membantu pedagang, pelaku transportasi, penyedia jasa dalam penimbangan, bongkar muat , dan lain-lain. Dalam satu jaringan tata niaga biasa dijumpai begitu banyaknya pedagang terlibat mulai pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan, kemudian ke pedagang pengumpul yang lebih tinggi lagi sampai akhimya pada pedagang antar daerah, antar pulau atau eksportir. Pada daerah pemasaran, barang akan masih berpindah-pindah tangan lagi lebih dari satu kali, misalnya dari pedagang antar wilayah/pulau ke pedagang grosir (wholesaler) dan selanjutnya ke padagang pengecer (retailer).

Dalam menganalisis relasi dalam sebuah struktur perdagangan, biasanya bertolak dari “pedagang” (traders), yang merupakan pedagang besar, adakalanya disebut dengan bandar, yang menjadi pelaku dalam perdagangan antar wilayah, perdagangan antar pula, atau eksportir. Para pedagang yang menjadi pengirim barang ke “pedagang” disebut pemasok (supplier), yang dapat berupa pedagang komisioner, broker, maupun pedagang kaki tangan (lihat Syahyuti, 1998). Lalu, para pedagang yang menerima barang dari “pedagang” yaitu yang berada di wilayah pemasaran disebut dengan clients, pedagang pengecer (retailer) dan grosir (wholesaler) seperti halnya pedagang yang memiliki lapak di pasar induk misalnya.

Yang membedakan pedagang dengan pedagang kaki tangan adalah, pedagang menyertakan modalnya sendiri di dalam transaksi sementara pedagang kaki tangan memakai modal orang lain, yaitu modal dari pedagang berikutnya (lebih di hilir) dalam jalur tata niaga tersebut. Sementara pedagang komisioner selain tidak menyertakan modal uangnya sendiri, juga tidak menetapkan harga, bahkan tidak membayar apapun pada saat membeli. Pedagang biasa memiliki peran yang lebih besar di dalam jaringan tata niaga, meskipun jumlahnya dalam satu sistem jaringan tata niaga tidak banyak. Pedagang (traders) jenis ini memiliki otoritas terhadap pembelian dan penentuan harga.

Perdagangan hasil-hasil pertanian, termasuk di Indonesia, secara umum bekerja dalam bentuk pasar yang tidak sempurna (imperfect markets). Ketidaksempurnaan tersebut diindikasikan oleh lemahnya kelembagaan pasar (poor market institutions) secara struktural dan kultural, biaya transaksi yang besar (high search costs) sehingga menjadi tidak efisien, dan struktur informasi yang tidak sempurna dan seimbang (imperfect and asymmetric information). Kelembagaan pasar yang lemah (poor market institutions) terlihat dari tiga hal, yaitu permodalan, kontrak dagang, dan asuransi.

Penggunaan kredit oleh pedagang sangat rendah dalam membantu aktifitasnya, karena pemerintah tidak menyediakan skim khusus. Meskipun pedagang dapat mengakses skim kredit umum, namun agunan (collateral) yang biasanya minim menjadi kendala. Menurut Poesoro (2007), faktor yang menjadi penyebab kurang berkembangnya pasar tradisional adalah minimnya daya dukung untuk pedagang tradisional yakni strategi perencanaan yang kurang baik dan terbatasnya akses permodalan karena jaminan yang tidak mencukupi.

Pedagang biasanya memperoleh modal dari pedagang lain, yang sekaligus sebagai bukti diterimanya dirinya dalam struktur perdagangan tersebut. Jaringan neraca kredit yang kompleks dan bercabang-cabang adalah salah satu mekanisme yang mengikat bersama semua pedagang besar maupun kecil menjadi faktor integratif dalam pasar (Geertz, 1989). Perilaku berhutang tidaklah hanya untuk tujuan memperoleh modal, karena itu juga berarti suatu mekanisme untuk mendapatkan posisi dalam sistem jaringan tata niaga tersebut. Damanik (1983) juga menemukan bahwa blantik melakukan kerjasarna dengan pembeli melalui penentuan harga dan kerjasama modal. Demikian pula Sihite (1995) yang mendapatkan bahwa bantuan dana sesama pedagang adalah sumber modal utama bagi pedagang.

Perilaku Konsumen


Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah “Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products, services, and ideas they expect will satisfy they needs”. Pengertian tersebut berarti perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.

Selain itu perilku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah: “Consumer behavior may be defined as the decision process and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and services”. Dapat dijelaskan perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.
Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai: “the various facets of the decision of the decision process by which customers come to purchase and consume a product”. Dapat dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen


Berdasarkan landasan teori, ada dua faktor dasar yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

• Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada sikap dan prilaku konsumen. Kelompok referensi mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku.

• Faktor internal
Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Seringkali perilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.

Perilaku konsumen  di suatu kota dapat dianalisis dengan mempelajari tentang pengertian perilaku konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Engel et al (1993), berpendapat bahwa perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk barang atau jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Jadi perilaku konsumen pada hakekatnya adalah semua kegiatan, tindakan serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen didalam membeli produk antara lain adalah faktor budaya, sosial, pribadi (perbedaan individu), psikologis dan strategi pemasaran (Kotler, 1993 dan Engel et al, 1995).

1. Faktor Budaya


Budaya mempengaruhi penggerak yang dapat memotivasi orang yang mengambil tindakan lebih jauh bahkan untuk motif-motif yang bermacam-macam seperti kebebasan , kemampuan pendidikan, kegiarahan dll. Unsur-unsur yang membentuk budaya antara lain adalah : tata-nilai (value), norma (Norms); kebiasaan (customs); larangan (Mores); konventions (konvensi); mitos dan symbol (Sumarwan, 2003).

Masyarakat moderen yang hidup di hampir semua negara memiliki kesamaan budaya, yaitu budaya populer. Mowen dan Minor (1998) dalam Sumarwan (2003) mengartikan budaya populer sebagai budaya masyarakat banyak atau budaya yang diikuti dan mudah dipahami oleh sebagian besar anggota masyarakat, mereka tidak memerlukan pengetahuan yang khusus untuk memahami budaya populer tersebut.

2. Faktor Sosial


Menurut Kotler (1993), berpendapat bahwa perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial tertentu seperti kelompok referensi (acuan), keluarga dan status sosial seorang konsumen. Istilah kelompok acuan (reference group) diperkenalkan pertama kali oleh Hyman (1942), yang didefinisikan sebagai “orang atau kelompok orang yang mempengaruhi secara bermakna terhadap perilaku individu”.


3. Faktor Pribadi (Individu)


Keputusan pembelian demikian pula produk agribisnis dipengaruhi juga oleh karakteristik/ciri-ciri pribadi konsumen. Menurut Kotler (1993), Faktor Pribadi yang terutama berpengaruh adalah umur dan tahapan siklus hidup pembeli, pekerjaannya, keadaan ekonominya, gaya hidupnya, pribadi dan konsep jati dirinya.

4. Faktor Psikologi


Kotler (1993), berpendapat bahwa dalam membeli, seorang konsumen (agribisnis) akan dipengaruhi empat faktor psikologis utama, yaitu motivasi, persepsi, proses belajar, dan sikap-kepercayaan Dimensi-dimensi psikologi meliputi motivasi, persepsi dan pengetahuan seseorang akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam pembelian produk agribisnis. Motivasi biologis misalnya, yaitu seseorang mengkonsumsi produk agribisnis adalah untuk memenuhi kebutuhan; memenuhi tujuan dan pengalaman memperoleh kesenangan. Persepsi berkaitan dengan pandangan seseorang terhadap suatu produk baik yang tampak; dirasakan maupun kandungannya. Sedangkan pengetahuan adalah menunjukkan kemampuan /wawasan seseorang dalam menilai produk agribisnis yang akan dibelinya.

Strategi Pemasaran


Strategi pemasaran adalah rancangan usaha untuk mencapai tujuan / sasaran pemasaran yang antara lain dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli/ mengkonsumsi produk yang dipasarkan. Tujuan pemasaran antara lain berupa menarik minat konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Selanjutnya strategi dijabarkan ke dalam program khusus yang diterapkan secara efisien dan diperbaiki jika gagal mencapai tujuan (Kotler, 1993). Kotler (1993), juga mengemukakan bahwa strategi pemasaran secara umum lebih dikenal dengan bauran pemasaran (marketing mix), yang lebih dikenal dengan 4 P (Product; Price; Promotion; Place).


Sikap Konsumen


Menurut Mowen dan Minor (2002), mengemukakan bahwa sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan (belief) dan perilaku (behavior). Istilah pembentukan sikap konsumen (consumer attitude formation) seringkali menggambarkan hubungan antara kepercayaan, sikap dan perilaku. Kepercayaan, sikap dan perilaku juga terkait dengan konsep atribut produk (product attribute). Atribut poduk adalah karakteristik dari suatu produk, konsumen biasanya memiliki kepercayaan terhadap atribut produk. Jadi sikap terhadap atribut produk, menggambarkan perilaku/ selera konsumen terhadap produk itu.

Dalam menentukan pilihan terhadap produk, kriteria pemilihan konsumen dipengaruhi oleh atribut-atribut yang melekat pada produk tersebut, model ini sering disebut dengan Model Sikap Multiatribut. Model ini diawali oleh pendapat Lancaster (1966) dalam Colman dan Young (1992), bahwa dengan analisis atribut dapat digunakan untuk mengetahui perilaku konsumen, yang menyatakan bahwa konsumen menderive utilitasnya bukan dari produk yang dikonsumsi tetapi dari karakteristik atau atribut yang ada pada produk tersebut.

Multiatribut produk agribisnis dapat dilihat berdasarkan ‘kriteria mutu’ produk agribisnis (misalnya : buah) seperti yang dikemukakan oleh Poerwanto, Susanto dan Setyati (2002), meliputi :
1. Mutu visual atau penampakan, 
2. Moutfeel (rasa di mulut), 
3. Nilai Gizi & Zat Berkhasiat (mutu fungsional), 
4. Keamanan konsumsi, 
5. Kemudahan penanganan, dan 
6. Sifat mutu lainnya

Sumber : 
http://suginugroho27.blogspot.com/2013/12/pengantar-ilmu-pertanian-pemasaran.html


0 komentar

Posting Komentar