Info Pertanian Online - Keberhasilan pemeliharaan sapi dipengaruhi beberapa hal diantaranya pemilihan sapi bakalan yang digunakan yaitu peranakan Ongole (lokal) atau sapi bangsa lain dengan ciri-ciri yaitu ternak siap berproduksi minimal umur 3 tahun dengan bobot badan minimal 250 kg. bentuk tubuh ideal, kerangka besar/kuat, kesehatan ternak cukup baik, dan bebas penyakit. Perbaikan manajemen pemeliharaan dapat meningkatkan kualitas sapi Bali. Penampilan reproduksi sapi Bali yang dipelihara secara intensif adalah umur sapi Bali mengalami berahi pertama718,57 ± 12,65 hari, umur pertama melahirkan 1.104,51 ± 23,82 hari, calving interval 350,46 ± 27,98 hari, dan angka konsepsi sebesar 1,65 ± 0,87 (Siswanto et al., 2013).
Pengelolaan sapi secara intensif dengan memperhatikan aspek pakan (konsentrat dan jerami padi fermentasi), manajemen kandang kolektif, dan kesehatan hewan mampu meningkatkan average daily gain (ADG) 0,89 kg/ekor/hari selama periode penggemukan sapi, lebih tinggi daripada pola petani yang hanya 0,29 kg/ekor/hari. ADG yang dihasilkan meningkat sekitar 0,6 kg/ekor/hari (67,42%), sehingga mampu menghasilkan ADG 0,29-0,89 kg/hari atau 87- 267 kg/ekor/tahun.
Kegiatan penggemukan sapi tidak hanya untuk pencapaian nilai ADG yang tinggi saja, namun bagaimana ternak sapi dapat memanfaatkan jerami padi yang selama ini belum optimal, sehingga dapat menekan biaya produksi dan ramah lingkungan (Basuni et al., 2010b). Penanganan kesehatan ternak sangat penting untuk mengendalikan parasit, kesehatan reproduksi, dan kesehatan secara umum. Ternak sapi perlu diberi obat cacing dan vitamin B- kompleks di awal pemeliharaan. Sapi yang terkena serangan cacing memiliki bobot tubuh yang sangat kurang, sehingga tidak berproduksi secara optimal.
Bioteknologi reproduksi berpengaruh terhadap 4 faktor utama yang menentukan perubahan genetik, yakni:
- Intensitas seleksi,
- Laju reproduksi,
- Tersedianya teknologi yang efisien dan secara sosial dapat diterima, dan
- Kondisi keuangan yang cukup tersedia. Manipulasi genetik merupakan satu-satunya bioteknologi yang dapat memenuhi pembentukan variasi genetik pada spsesies diantara keragaman mutasi alam, dengan meningkatkan jumlah yang akan diseleksi atau menghasilkan spesies baru yang belum ada sebelumnya.
Teknologi transfer embrio memungkinkan dapat dilakukannya perpaduan antara peningkatan akurasi dan intensitas seleksi pada tingkat inbreeding yang akan mengurangi interval antar generasi. Produksi embrio, cloning, dan teknologi transfer embryo merupakan metode baru dalam menentukan peningkatan mutu genetik pada sapi (Lubis, 2000). Menurut Mariyono dan Romjali (2007), produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar 30%.
Di antara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Kontribusi usaha tanaman padi dalam pengelolaan pakan ternak sapi yaitu limbah pertanian berupa jerami padi baik yang difermentasi maupun tidak. Namun jerami yang tidak difermentasi tidak dapat dicerna oleh ternak dengan baik karena mengandung lignin dan hemiselulosa, seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Menurut Prihartini et al. (2009), biodegradasi lignin pada jerami bertujuan untuk menghilangkan lignin, meningkatkan kecernaan selulosa dan jumlah protein, sehingga meningkatkan kualitas jerami sebagai pakan ternak. Prihartini et al. (2007), menemukan isolat bakteri TLiD dan BOpR mampu mendegradasi lignin dan organochlorin (lignolitik) dan spesifik tumbuh baik pada jerami padi. Fermentasi jerami padi dengan isolat TLiD dan BOpR dapat menurunkan kandungan lignin jerami padi sampai 100% pada fermentasi hari ke-7 dan meningkatkan protein kasar (PK) jerami padi.
Efisiensi degradasi isolat tinggi dimana degradasi lignin lebih tinggi dibandingkan selulosa. Menurut Basuni et al. (2010a), sapi dipelihara di kandang kelompok, pakan berupa jerami padi fermentasi dan konsentrat diberikan 3% dari bobot badan. Ternak diberi pakan 2 kali/hari yaitu pagi dan siang hari. Pertambahan bobot badan dihitung dengan cara mengurangi bobot badan akhir dengan bobot badan awal dibagi dengan jumlah hari antara kedua bobot badan.
Pengamatan terhadap pertambahan bobot hidup sapi juga dilakukan terhadap sapi bakalan yang dipelihara untuk digemukkan dan selanjutnya dijual, sehingga petani memperoleh keuntungan dari kelebihan pertambahan berat badan serta harga yang lebih tinggi pada sapi yang berat. Penimbangan dilakukan setiap bulan sekali untuk mengetahui pertambahan bobot badan, tinggi badan dan lingkar dadanya.
Pengembangan sistem usahatani SIPT perlu dilakukan melalui pendekatan kelompok. Cara ini dapat memudahkan pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pelatihan selain mengintensifkan komunikasi di antara anggota kelompok maupun antara anggota kelompok dengan pemerintah (Basuni et al., 2010a). Penelitian komponen peternakan telah banyak dilakukan mulai sistem kandang, pemberian pakan, sistem perkawinan, dan manajemen kesehatan ternak.
Bunch (2001), menyatakan bahwa jumlah komponen teknologi yang diperkenalkan perlu dibatasi sesuai dengan keinginan petani. Sebagian besar petani mempelajari keutungan teknologi, tingkat kerumitan, dan mudah tidaknya teknologi diterapkan. Komponen teknologi berupa kandang kawin, kandang pejantan, dan kandang penyapihan bagi petani kecil dengan tingkat pemahaman yang relatif rendah, menilai bahwa komponen teknologi tersebut memberikan tugas tambahan dari kebiasaan yang dilakukan dan menambah biaya pengeluaran.
Pengembangan komponen teknologi tersebut akan lebih efisien apabila diterapkan melalui kandang kumpul, namun sangat tergantung sumberdaya yang dimiliki kelompok peternak seperti sumberdaya lahan untuk kandang.
0 komentar
Posting Komentar