Info Pertanian Online - Kotoran ternak merupakan salah satu masalah yang cukup mengganggu lingkungan dari segi kebersihan dan bau yang tidak sedap. Di sisi lain, terdapat permasalahan sawah yang sakit, sehingga tidak dapat memberikan hasil panen yang tinggi karena kekurangan unsur hara yang kemungkinan besar terkurasnya bahan organik dan unsur- unsur mikro dari tanah. Teknologi pengolahan kotoran ternak menjadi kompos merupakan alternatif pemecahan masalah lingkungan dan dapat mengatasi masalah lahan sawah yang sakit.
Salah satu metode yang mudah dilakukan untuk membuat pupuk kandang yaitu kotoran ternak dikumpulkan di tempat pembuatan pupuk kandang yang terlindung dari panas matahari dan terlindung dari air hujan. Kemudian dicampur dengan imbangan 2,5 kg Probiotik; 2,5 kg urea; 2,5 kg TSP; 100 kg abu sekam untuk setiap ton bahan pupuk yang ditumpuk sampai sekitar 1 meter. Campuran didiamkan selama ± 3 minggu (dibalik setiap minggu).
Keberhasilan proses dekomposisi akan diikuti dengan peningkatan relatif sama, maka dilakukan pengeringan dengan sinar matahari selama 1 minggu, kemudian dilakukan penyaringan secara fisik, sehingga siap untuk dipergunakan (Haryanto, 2004). Penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan hasil gabah kering panen pada musim tersebut apabila dikombinasi dengan pupuk anorganik takaran rendah (Syam dan Sariubang, 2004).
Pemanfaatan kotoran sapi yang diolah menjadi pupuk cair dan pupuk kompos diharapkan dapat dijadikan sumber penghasilan tambahan bagi peternak dan dapat memperbaiki kesuburan lahan pertanian. Introduksi teknologi pola integrasi ternak dengan tanaman padi mampu meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp 34.488.800,- lebih tinggi dibandingkan teknologi tradisional sebesar Rp 22.903.200,- dan berdasarkan analisis R/C ratio sebesar 6, lebih tinggi dibandingkan dengan pola tradisional dengan R/C ratio sebesar 4, sehingga layak untuk diusahakan oleh petani (Tabel 1).
Usahatani integrasi ternak sapi dengan padi merupakan usahatani yang efisien dan dinilai efektif untuk perbaikan pendapatan usahatani rakyat dengan pemilikan lahan sempit di pedesaan. Usahatani pola integrasi padi-sapi meningkatkan pendapatan petani sebesar 70% pada usahatani skala luas tanaman padi 5 ha dan kepemilikan sapi sebanyak 20 ekor
(Basuni et al., 2010b).
Adanya kegiatan SIPT, pengembangan ternak sapi potong di beberapa daerah wilayah potensial berdampak positif dalam hal peningkatan populasi sapi dalam negeri, sehingga diharapkan mampu berswasembada daging di tahun mendatang. Program SIPT bertujuan untuk menjaga keseimbangan stok ternak lokal sebagai plasma nutfah yang sangat besar nilainya sekaligus untuk menekan kebutuhan impor daging yang selama ini sulit dibendung sebagai akibat dari tingginya permintaan daging dalam negeri, akibatnya menguras devisa Negara yang cukup besar (Muslim dan Nurasa, 2006).
Selain itu, SIPT memberikan dampak positif bagi petani sekitarnya (yang bukan peserta program) secara tidak langsung terimbas oleh adanya informasi yang disampaikan oleh peternak SIPT. Di Nusa Tenggara Barat, adanya SIPT mampu meningkatkan kinerja kelompok peternak dalam jual beli ternak sapi Keremen. Sedangkan di Jawa Timur dengan pola tanam padi 3 kali/tahun dan merupakan daerah irigasi teknis, maka jerami sepenuhnya untuk kebutuhan pakan ternak. Pemberian jerami untuk pakan ternak cukup tinggi yaitu 25 kg/hari/ekor untuk sapi bibit dan 31 kg/hari/ekor untuk penggemukan sapi (Muslim, 2006a).
0 komentar
Posting Komentar