Senin, 07 Oktober 2019

Pengolahan Pupuk Kandang



Info Pertanian Online - Kotoran ternak merupakan salah satu masalah yang cukup mengganggu lingkungan dari  segi  kebersihan  dan  bau  yang  tidak sedap. Di sisi lain, terdapat permasalahan sawah yang sakit, sehingga tidak dapat memberikan hasil  panen  yang  tinggi  karena kekurangan unsur hara yang kemungkinan besar terkurasnya bahan organik dan unsur- unsur mikro dari tanah. Teknologi pengolahan kotoran ternak menjadi kompos merupakan alternatif pemecahan masalah lingkungan dan dapat mengatasi masalah lahan sawah yang sakit.

Salah satu metode yang mudah dilakukan  untuk   membuat  pupuk   kandang yaitu kotoran ternak dikumpulkan di tempat pembuatan  pupuk  kandang  yang  terlindung dari panas matahari dan terlindung dari air hujan. Kemudian dicampur dengan imbangan 2,5 kg Probiotik; 2,5 kg urea; 2,5 kg TSP; 100 kg abu sekam untuk setiap ton bahan pupuk yang ditumpuk sampai sekitar 1 meter. Campuran didiamkan selama ± 3 minggu (dibalik  setiap minggu).

Keberhasilan proses dekomposisi akan diikuti dengan peningkatan relatif   sama,  maka   dilakukan  pengeringan dengan sinar matahari selama 1 minggu, kemudian dilakukan penyaringan secara fisik, sehingga siap untuk dipergunakan (Haryanto, 2004). Penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan hasil gabah kering panen pada musim tersebut apabila dikombinasi dengan pupuk anorganik takaran rendah (Syam dan Sariubang, 2004).

Pemanfaatan kotoran sapi yang diolah menjadi pupuk cair dan pupuk kompos diharapkan  dapat  dijadikan  sumber penghasilan   tambahan   bagi   peternak   dan dapat  memperbaiki  kesuburan  lahan pertanian.  Introduksi teknologi  pola  integrasi ternak dengan tanaman padi mampu meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp 34.488.800,-  lebih  tinggi  dibandingkan teknologi tradisional sebesar Rp 22.903.200,- dan berdasarkan analisis R/C ratio sebesar 6, lebih tinggi dibandingkan dengan pola tradisional dengan R/C ratio sebesar 4, sehingga layak untuk diusahakan oleh petani (Tabel 1).  

Usahatani integrasi ternak sapi dengan   padi   merupakan   usahatani   yang efisien dan dinilai efektif untuk perbaikan pendapatan  usahatani  rakyat  dengan pemilikan  lahan  sempit  di  pedesaan. Usahatani pola integrasi padi-sapi meningkatkan   pendapatan   petani   sebesar 70% pada usahatani skala luas tanaman padi 5 ha dan kepemilikan sapi sebanyak 20 ekor
(Basuni et al., 2010b).

Adanya kegiatan  SIPT, pengembangan  ternak  sapi  potong  di beberapa daerah wilayah potensial berdampak positif dalam hal peningkatan populasi sapi dalam negeri, sehingga diharapkan mampu berswasembada daging di tahun mendatang. Program SIPT bertujuan untuk menjaga keseimbangan stok ternak lokal sebagai plasma  nutfah  yang  sangat  besar  nilainya sekaligus untuk menekan kebutuhan impor daging   yang   selama   ini   sulit   dibendung sebagai   akibat   dari   tingginya   permintaan daging dalam negeri, akibatnya menguras devisa Negara yang cukup besar (Muslim dan Nurasa, 2006).

Selain itu, SIPT memberikan dampak positif bagi petani sekitarnya (yang bukan peserta program) secara tidak langsung terimbas oleh adanya informasi yang disampaikan oleh peternak SIPT. Di Nusa Tenggara Barat, adanya SIPT mampu meningkatkan  kinerja  kelompok  peternak dalam jual beli ternak sapi Keremen. Sedangkan di Jawa Timur dengan pola tanam padi 3 kali/tahun dan merupakan daerah irigasi teknis, maka jerami sepenuhnya untuk kebutuhan pakan ternak. Pemberian jerami untuk pakan ternak cukup tinggi yaitu 25 kg/hari/ekor  untuk  sapi  bibit  dan  31 kg/hari/ekor untuk penggemukan sapi (Muslim, 2006a).

0 komentar

Posting Komentar