Minggu, 22 September 2019

Pengaruh Iklim Terhadap Peternakan Ayam



Info Pertanian Online - Pengaruh Iklim Terhadap Peternakan Ayam - Perubahan iklim global merupakan salah satu tantangan bagi manusia sebagai penghuni bumi. Manusia dapat memberikan  pengaruh  negatif atau positif terhadap kelestarian alam, tergantung pada aktivitasnya. Hal ini setara dengan pernyataan  Adhi (2010) yang menyatakan bahwa meningkatnya gas rumah kaca disebabkan oleh kegiatan manusia dalam memproduksi gas rumah kaca (GRK) lebih besar dari kemampuan lingkungan dalam memperbaiki dirinya. Secara alami, GRK dapat didaur ulang oleh lingkungan sehingga jumlahnya seimbang. 

Oleh adanya kegiatan manusia,GRK yang dihasilkan melebihi kemampuan lingkungan untuk mendaur ulang sehingga GRK terkumpul di atmosfir. Peningkatan emisi gas CO2, CH4 dan N2O di atmosfir menyebabkan berbagai masalah antara lain terjadinya perubahan sifat iklim yang berdampak pada perubahan cuaca.

Tahun 2006, Perserikatan  Bangsa-Bangsa mengeluarkan laporan berjudul Livestock’s Long Shadow yang disusul pada tahun 2008 dengan judulnya Kick the Habit. Pada kedua laporan masing-masing setebal 400-an dan 200-an halaman tersebut dikatakan bahwa industri peternakan menyumbang 18% GRK berupa karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitro oksida (N2O), jauh lebih besar dari sumbangan gas rumah kaca (karbondioksida) dari seluruh moda transportasi di dunia yang hanya 13,5%. Selain itu, perubahan tanah yang berhubungan dengan peternakan menambah 2,4 triliun ton CO2 ke udara setiap tahun. Sementara itu, penggunaan lahan dunia sangat tidak proporsional yaitu 15 juta km2 lahan pertanian untuk pangan sedangkan 30 juta km2 lahan untuk penggembalaan ternak (Fao, 2011).


Pemanasan Global Secara Umum


Pemanasan global adalah proses naiknya suhu rata-rata atmosfer, laut serta daratan bumi. Meningkatnya suhu tersebut menyebabkan bumi yang kita diami ini terasa lebih panas, dan saat siang hari kita merasakan panas yang berlebihan. Kenaikan suhu bumi ini dimungkinkan diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca akibat dari ulah dan aktivitas manusia itu sendiri. Dengan adanya global warming banyak sekali kerusakan yang dapat ditimbulkan, bukan hanya satu namun bisa mencapai seluruh struktur yang berada di bumi itu sendiri.

Selama abad terakhir, temperatur dunia telah meningkat sebesar 0,7 ° C. Variasi hujan turun dalam waktu dan ruang telah mengalami perubahan yang luas dan tingkat air laut naik sekitar 25 cm. Kenaikan suhu telah mempengaruhi sistem perkembangan makhluk hidup di bumi. Perubahan ini telah diamati dalam distribusi spesies, ukuran populasi, musim reproduksi dan migrasi hewan dan parasit kejadian yang lebih tinggi dan penyakit dalam sistem hutan (Watson, 2008). 

Beberapa contoh dapat diberikan, antara lain suhu rata-rata, sebagai akibat dari pemanasan global, diperkirakan akan meningkat sebesar 2,1°C in 2050 dengan penurunan tajam dari curah hujan dan peningkatan variabilitas iklim (GTZ, 2007). Wilayah selatan akan terkena kenaikan tertinggi suhu rata-rata dan akan menurun pada musim kemarau. Ketersediaan air akan menurun sebesar 28 % pada tahun 2030 hasil pertanian dihasilkan oleh lahan kering dan akan menurun sebesar 50 % pada tahun 2050. Daging sapi, produksi kambing dan domba akan sangat dipengaruhi terutama di pusat dan selatan dan kehilangan 80% dapat direkam selama tahun-tahun kekeringan.

1.     Teori Karbondioksida – Teori Efek Rumah Kaca


Karbondioksida merupakan salah satu gas yang menyusun atmosfer. Gas ini memiliki keistimewaan sifatnya sebagai penyaring energi radiasi, baik yang datang dari bumi maupun dari matahari. Energi radiasi dari kedua sumber tersebut dipancarkan dan menjalar dalam wujud gelombang yang tersusun dari berbagai panjang gelombang.

Kehadiran gas-gas dari atmosfer berperan penting sebagai penyaring terhadap beberbagai panjang gelombang ad:energi radiasi; sehingga energi radiasi yang paling banyak masuk dan sampai di bumi adalah energi radiasi dengan panjang gelombang  0,3 s.d 0,7  yang disebut sebagai gelombang sinar tampak. Energi radiasi dari bumi memiliki panjang gelombang >0,7 u. Energi dari matahari, selanjutnya, dikenal sebagai energi radiasi gelombang pendek, sedangkan yang datang dari bumi disebut sabagai energi radiasi gelombang panjang.

Gas CO2 memiliki sifat tembus oleh energi radiasi gelombang pendek asal matahari, akan tetapi menyerap energi radiasi gelombang panjang yang berasal dari bumi, dan di saat lain  memancarkan kembali energi yang diserap tersebut ke arah bumi;fenomena ini dikenal sebagai “green house effect” atau efek rumah kaca. Sebelum revolusi industri, konsentrasi CO2 di atmosfer diperkirakan 280 ppmv ( part per million volume ); hasil pengukuran pada tahun 1994, konsentrasi tersebut telah mencapai 360 ppmv ( peningkatan 1,3 kali ); konsentrasi ini akan terus meningkat mencapai 500 ppmv pada tahun 2050, dan 700 ppmv pada tahun 2100 ( IPCC,2001,dalam Rahardja, D.P. 2010.).

Sementara kehadiran CO2 telah banyak menyita perhatian, terdapat gas-gas pengisi atmosfer lain dengan konsentrasi yang lebih kecil tetapi memiliki potensi yang lebih tinggi sebagai gas rumah kaca, yaitu gas methan (CH4), nitrogen oksida (NO2), cholorofluorocarbon-11 dan 12  (CFC-11 DAN CFC-12. Publikasi IPCC (1990 dan 1992) pada tabel 1.1 mengungkapkan potensi gas-gas rumah kaca tersebut. Sebagai konsekuensi dari meningkatnya gas-gas efek rumah kaca tersebut di atmosfer adalah peningkatan suhu  global rata-rata, dan oleh karenanya fenomena ini dikanel pula sebagai “global warming”. Publikasi (moss,dkk,2000,dalam Rahardja, D.P. 2010.) memperkirakan bahwa sampai dengan tahun 2030, suhu global akan meningkat 0,5- 2,5°C.

Peningkatan konsentrasi gas-gas efek rumah kaca tersebut sangat  berkaitan dengan berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Perihal yang menarik adalah bahwa aktivitas di bidang pertanian- termasuk peternakan memberikan kontribusi yang besar.

2.     Wilayah Tropis

Wilayah tropis adalah wilayah di antara 23,5°LU sampai 23,5°LS. Tetapi, batas daerah tropis bukan berupa garis lurus.  Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis. Selain itu wilayah-wilayah yang lainnya  di belahan bumi barat, negara-negara yang termasuk  negara dengan iklim tropis adalah Meksiko, Amerika tengah, dan bagian atas amerika selatan, termasuk Kolombia, Ekuador, Peru, Bolivia, Venezuela, Guyana, utara Chile, Argentina, Paraguay, Dan Brasil. Salah satu ciri iklim tropis adalah terdapat dua musim utama sepanjang tahun, yakni musim hujan dan musim kemarau. Matahari bersinar  sepanjang tahunnya. Oleh karena itu, intensitas matahari cukup besar di daerah ini. Wilayah-wilayah di atas merupakan wilayah yang akan berdampak terparah apabila pemanasan global terjadi.

Dampak Pemanasan Global di Sektor Peternakan

Pengaruh pemanasan global terhadap produktivitas ternak dapat berdampak langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung meliputi : perubahan suhu tubuh yang mengakibatkan perubahan suhu darah yang memasuki daerah hipotalamus; dan juga perubahan suhu tubuh menyebabkan perubahan aktivitas metabolisme, produksi susu menurun dan timbulnya beberapa penyakit. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah perubahan nafsu makan atau konsumsi pakan, sehingga ketersediaan zat-zat pakan organik dan anorganik untuk produktivitas ternak berkurang dan proses fisiologi dalam tubuh.



Pengaruh Iklim Global Pada Ayam

Produktivitas ayam yang optimum dapat dicapai pada kondisi thermoneutral zone, yaitu suhu lingkungan yang nyaman. Suhu lingkungan yang nyaman bagi ayam buras belum diketahui, namun diperkirakan berada pada kisaran suhu 18 hingga 25 °C. Ayam pada suhu lingkungan yang tinggi (25-31 °C) menunjukkan penurunan produktivitas, yaitu produksi dan berat telur yang rendah, serta pertumbuhan yang lambat . Penurunan produksi telur pada suhu lingkungan tinggi dapat mencapai 25% bila dibandingkan dengan yang dipelihara pada suhu nyaman . Berat badan ayam buras umur 8 minggu juga berbeda, yaitu 257 g/ekor pada suhu tinggi, sedangkan pada lingkungan nyaman dapat mencapai berat 427 g/ekor. Penurunan produktivitas tersebut terutama disebabkan oleh penurunan jumlah konsumsi pakan, maupun perubahan kondisi fisiologis ayam.

Upaya meningkatkan produktivitas ayam di daerah suhu lingkungan tinggi antara lain melalui seleksi dan perkawinan silang, manipulasi lingkungan mikro, perbaikan tatalaksana pemeliharaan dan manipulasi pakan. Manipulasi kualitas pakan adalah metode yang paling murah, mudah dilakukan dan umumnya bertujuan meningkatkan jumlah konsumsi zat gizi . Metode ini berupa penambahan vitamin C, mineral phosphor atau pemberian sodium bikarbonat dalam ransum . Disarankan jumlah penambahan vitamin C sebanyak 200-600 mg/kg ransum pada fase produksi telur dan sebanyak 100-200 mg/kg ransum pada fase pertumbuhan.

Dalam kisaran suhu lingkungan optimum, ayam dapat menggunakan pakan lebih efisien, karena ayam tidak mengeluarkan energi untuk mengatasi suhu lingkungan yang tidak normal. Pada suhu lingkunganyang lebih - tinggi, ayam berusaha menjaga suhu tubuhnya dengan cara menyeimbangkan produksi panas dengan hilangnya panas, menggunakan bantuanalat-alat fisik dan mengubah-ubah sifat insulatif bulu .

Untuk mengatasi pengaruh iklim yang tidak dapat dikontrol, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan manipulasi iklim mikro melalui rasionalisasi perkandangan. Menurut Austic dan Nesheim (1990), dalam pembuatannya kandang harus ditinjau dari tiga sudut pandang:

  1. Sebagai problem biologi
  2. Sebagai problem teknik dan
  3. Sebagai problem ekonomi. Artinya,

Peternak harus mengetahui kondisi suhu, kelembaban dan pergerakan udara yang ideal untuk produksi telur dan laju pertumbuhan yang maksimum. Demikian juga konstruksi kandang yang baik agar kondisi di atas dapat dikontrol pada suatu flock dengan jumlah ayam tertentu, batas maksimum atau minimum masing-masing faktor tanpa mempengaruhi produksi secara berarti, serta biaya konstruksi kandang haruslah dalam batas kewajaran (Austic dan Nesheim, 1990).

Dari segi konstruksi, menurut Abbas (1992) manipulasi perbaikan kandang haruslah memperhatikan lokasi, lebar kandang, bahan dan sistem atap yang digunakan, tipe dan susunan cage, penyinaran dan ventilasi dalam kandang. Lebar kandang hendaknya 4-8 m dengan bagian samping yang terbuka dan panjang dapat disesuaikan. Pembatasan lebar 4-8 m dimaksudkan agar aerasi dan pertukaran udara dalam kandang menjadi lancar. Kandang yang terlalu lebar akan menyebabkan pertukaran O2, CO2 dan amoniak (yang tidak boleh lebih dari 25 ppm) akan menjadi sukar.

Banyak penyusunan cage dalam kandang tidak boleh melebihi tiga tingkat, karena menyebabkan aerasi akan menjadi jelek. Alasan efisiensi penggunaan ruang kandang tidaklah tepat (Abbas, 1992).Sistem ventilasi harus sangat diperhatikan sekali. Hal ini penting, agar aliran udara bertambah selama periode panas. Dengan bertambah cepatnya udara dalam kandang, suhu dalam kandang menjadi berkurang. Jika pergerakan aliran udara sedikit (60 feet/menit atau lebih), suhu kandang adalah 90ºF dan ayam akan merasakan panas sebesar itu pula. Tetapi bila aliran udara 300 feet/menit, maka ayam akan merasakan panas hanya sebesar 67ºF. Sebaiknya fan ventilasi disediakan dalam kandang (Bokhari, 1993).

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah atap kandang hendaklah dibuat dengan sistem monitor, sebab panas dalam kandang dapat keluar melalui monitornya. Sehubungan dengan daya refleksi, bahan kandang hendaklah menggunakan bahan-bahan yang mampu memantulkan panas sebanyak mungkin. Untuk itu cat/pengapuran putih serta digunakannya atap asbes, genteng atau rumbia lebih baik  dari pada atap seng yang sekarang ini banyak digunakan oleh peternak (Abbas, 1992)

Selain manipulasi iklim mikro, dapat juga dilakukan  perbaikan manajemen  pada saat lonjakan suhu tinggi.  Penyesuaian dan perbaikan manajemen pada suhu lingkungan tinggi juga perlu mendapat perhatian, terutama menyangkut program vaksinasi , debeaking, litter, pemungutan telur, perbaikan kualitas air minum dengan selalu menyediakan air yang segar, pembuangan kotoran agar kadar amoniak tidak naik dan penambahan Ca dan P ekstra.


Kesimpulan


Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanasan global berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap produktivitas ternak. Pengaruh langsung meliputi; menurunnya produksi susu, timbulnya sumber-sumber penyakit, dan perubahan aktivitas metabolisme pada ternak. Sedangkan pengaruh tidak langsung meliputi perubahan nafsu makan atau konsumsi pakan sehingga berakibat kepada produktivitas ternak berkurang.

Dalam kisaran suhu lingkungan optimum, ayam dapat menggunakan pakan lebih efisien, karena ayam tidak mengeluarkan energi untuk mengatasi suhu lingkungan yang tidak normal. Untuk mengatasi pengaruh iklim yang tidak dapat dikontrol, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan manipulasi iklim mikro melalui rasionalisasi perkandangan. Menurut Austic dan Nesheim (1990), dalam pembuatannya kandang harus ditinjau dari tiga sudut pandang sebagai problem biologi, sebagai problem teknik dan, sebagai problem ekonomi.

Selain manipulasi iklim mikro, dapat juga dilakukan  perbaikan manajemen  pada saat lonjakan suhu tinggi.  Penyesuaian dan perbaikan manajemen pada suhu lingkungan tinggi juga perlu mendapat perhatian, terutama menyangkut program vaksinasi , debeaking, litter, pemungutan telur, perbaikan kualitas air minum dengan selalu menyediakan air yang segar, pembuangan kotoran agar kadar amoniak tidak naik dan penambahan Ca dan P ekstra.

 Sumber : http://kuantannet.blogspot.com/2016/12/makalah-pengaruh-iklim-terhadap.html

0 komentar

Posting Komentar