Konsep pusat-pusat pertumbuhan pertama kali diperkenalkan oleh Francois Perroux (1955) dengan istilah growth pole atau pole de croissance (kutub pertumbuhan). Konsep ini erat hubungannya dengan konsep central place-nya Christaller (1933) dan konsep heksagonal-nya August Losch (1944). Pola pemikiran Christaller dan Losch dipengaruhi oleh teori Von Thunen (1926) dan Alfred Weber (1909). Dalam konsepnya tersebut, Perroux menyatakan bahwa pertumbuhan tidak terjadi secara serentak; pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub perkembangan dengan intensitas yang berubah-ubah; perkembangan itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam dan dengan efek yang beraneka ragam terhadap keseluruhan perekonomian (Jayadinata, 1999 : 180).
Bertitik tolak dari konsep growth pole dari Perroux ini muncul konsep-konsep serupa yaitu kutub-kutub pengembangan (development poles), pusat-pusat pertumbuhan (growth centres), titik-titik pertumbuhan (growth points), daerah-daerah pertumbuhan (growth areas), zona-zona pertumbuhan (growth zones) dan core region yang pada prinsipnya bermaksud sama yaitu untuk mendorong perkembangan daerah. Letak perbedaannya adalah bahwa konsep kutub pertumbuhan tanpa suatu dimensi geografik yang spesifik, sedangkan konsep pusat-pusat pertumbuhan, titik-titik pertumbuhan, maupun core region berkenaan dengan dimensi geografik atau lokasi spasial (Glasson, 1977).
Konsep pusat-pusat pertumbuhan mengandung pengertian adanya suatu hubungan saling mempengaruhi secara timbal balik antara pusat-pusat tersebut dengan daerah pengaruhnya. Pusat-pusat itu sendiri berada pada suatu jenjang tertentu yang terdiri atas pusat pertumbuhan pertama, pusat pertumbuhan kedua, dan seterusnya. Menurut teori ini pertumbuhan akan dapat dijalarkan dari pusat pertama ke pusat kedua dan seterusnya melalui mekanisme yang disebut spread effect oleh Gunnar Myrdal (Myrdal, 1976) atau disebut trickling down effect oleh Hirschman (Hirschman, 1958), yaitu gaya-gaya yang mendorong perkembangan ke daerah pengaruhnya yang biasanya merupakan daerah yang relatif kurang berkembang.
Dalam pengembangan daerah melalui pusat-pusat pertumbuhan, kegiatan akan disebar ke beberapa pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan hirarki dan fungsinya. Pada skala regional dikenal tiga orde, yaitu :
1. Pusat pertumbuhan primer (utama).
Pusat pertumbuhan primer atau pusat utama orde satu ialah pusat utama dari keseluruhan daerah, pusat ini dapat merangsang pusat pertumbuhan lain yang lebih bawah tingkatannya. Biasanya pusat pertumbuhan orde satu ini dihubungkan dengan tempat pemusatan penduduk terbesar, kelengkapan fasilitas dan potensi aksesibilitas terbaik, mempunyai daerah belakang terluas serta lebih multi fungsi dibandingkan dengan pusat-pusat lainnya.
2. Pusat pertumbuhan sekunder (kedua).
Pusat pertumbuhan sekunder ini adalah pusat dari sub-daerah, seringkali pusat ini diciptakan untuk mengembangkan sub-daerah yang jauh dari pusat utamanya. Perambatan perkembangan yang tidak terjangkau oleh pusat utamanya dapat dikembangkan oleh pusat pertumbuhan sekunder ini.
3. Pusat pertumbuhan tersier (ketiga).
Pusat pertumbuhan tersier ini merupakan titik pertumbuhan bagi daerah pengaruhnya. Fungsi pusat tersier ini ialah menumbuhkan dan memelihara kedinamisan terhadap daerah pengaruh yang dipengaruhinya (Friedmann, 1966).
Manfaat konsep pusat-pusat pertumbuhan sebagai alat kebijaksanaan dalam perencanaan regional telah cukup lama disadari. Akan tetapi relevansinya tidak hanya terbatas pada daerah-daerah yang mengalami kemunduran saja, karena pada awal tahun 1964 telah disarankan suatu kebijaksanaan yang mengkonsentrasikan semua pertumbuhan industri dalam sejumlah kecil pusat besar bagi daerah makmur (Glasson, 1977).
Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut juga telah mendapat sambutan yang menyenangkan di negara-negara yang sedang berkembang. Beberapa contoh yang terkenal adalah kompleks industri Bari Toronto-Brindisi untuk daerah Mezzogiorno di Italia Selatan, dan pembangunan pusat-pusat baru di Brasilia dan Cuidad Guyana sebagai usaha untuk menimbulkan pertumbuhan ke dalam daerah-daerah yang terbelakang di Brasilia dan Venezuela. Gagasan ini juga telah diterima di Amerika Serikat untuk membantu daerah-daerahnya yang mengalami kemunduran (Glasson, 1977).
Konsep Pusat-Pusat Pertumbuhan dalam Pengembangan Wilayah
Dari beberapa kenyataan di atas, nyatalah bahwa konsep pusat-pusat pertumbuhan merupakan salah satu konsep pengembangan wilayah yang mempunyai kaitan sangat erat dengan aspek penataan ruang dan mempunyai peranan yang cukup penting untuk mempercepat perkembangan daerah. Baik daerah-daerah yang relatif terlambat perkembangannya, atau daerah-daerah yang mengalami krisis karena habisnya sumber daya atau menurunnya nilai sumber daya.
Usaha pengembangan melalui strategi pusat-pusat pertumbuhan itu sendiri bukan berarti hanya mengembangkan satu pusat pertumbuhan tunggal, tetapi akan mengembangkan beberapa pusat pertumbuhan sesuai dengan tingkatannya (hirarki) yang mempunyai fungsi dan peranan tersendiri. Sistem pusat pertumbuhan yang terbentuk ini akan mempengaruhi penyediaan fasilitas perkotaan yang merupakan konsekuensi dari fungsi dan peran yang akan disandang oleh tiap pusat pertumbuhan. Dalam pelaksanaannya, penerapan fungsi dan peran dari setiap pusat juga harus disesuaikan dengan karakteristik daerah yang bersangkutan dan daerah yang dipengaruhinya atau daerah di belakangnya.
Friedmann memberikan beberapa pendekatan yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Menentukan pusat-pusat pertumbuhan utama yang mempunyai kapasitas pertumbuhan yang tinggi.
2. Menentukan daerah pengaruh dan arah pelayanan dari titik-titik pertumbuhan.
3. Menentukan daerah belakang dan regionalisasi.
4. Mengukur tingkat pelayanan di setiap pusat-pusat pertumbuhan yang terpilih.
5. Meluaskan jaringan jalan yang difokuskan pada pusat-pusat pertumbuhan.
6. Mengukur potensi aksesibilitas antar pusat-pusat pertumbuhan.
7. Mengembangkan pusat-pusat perkotaan di pusat-pusat pertumbuhan.
8. Menggali kemungkinan untuk mengembangkan industri ringan dan industri padat karya pada pusat pertumbuhan.
9. Melakukan usaha mengubah pola pertanian subsistem kepada pertanian komersial.
10.Menentukan kegiatan perekonomian dasar di pusat-pusat pertumbuhan.
Pengembangan Kegiatan Primer
Aktifitas kegiatan primer terkait dengan sistem perdagangan yang lebih luas (makro), meliputi produsen barang (industri) hingga jasa ekspor – impor. Hampir semua jenis aktifitas primer merupakan perdagangan dengan skala luas (regional, nasional / internasional).
Pengembangan kegiatan primer di wilayah perencanaan, membutuhkan dukungan fasilitas pergudangan, sebagai tempat penyimpanan stok barang, untuk mengantisipasi aktifitas bangkar–muat barang yang relatif tinggi dan jasa / lembaga keuangan untuk mendukung kelancaran aktifitasnya.
Pengembangan komponen kegiatan primer diarahkan terkait dengan fungsi lainnya, khususnya sistem transportasi mengingat aktifitas bongkar-muat dapat menimbulkan adanya perlambatan (delay) dan kemacetan (congestion) lalu-lintas disekitar kawasan aktifitas primer tersebut. Karena secara tidak langsung kondisi tersebut dapat mengurangi intensitas perdagangan, khususnya aktivitas perdagangan eceran.
Pengembangan Kegiatan Sekunder
Pengembangan kegiatan sekunder mencangkup aktifitas yang langsung mendistribusikan barang pada konsumen akhir, dalam hal ini penduduk itu sendiri. Wujud fisik aktifitas antara lain dalam bentuk pasar, toko, pertokoan, supermarket, warung, dan kios. Perkembangan aktifitas perdagangan jenis ini, sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi dan demand penduduk.
Pengembangan aktifitas sekunder mengikuti pola pengembangan tata ruang secara makro dibidang ekonomi serta kecenderungan perkembangan fisik kawasan. Pengembangannya juga mempertimbangkan distribusi penduduk sebagai demand market, pola konsumsi serta prospek ekonomi kegiatan (ditinjau dari potensi daya dukung berkembangnya kegiatan).
Kegiatan sekunder diarahkan sesuai kebutuhan pada unit pelayanan yang ada. Aktifitas sekunder dikembangkan menurut jenis dan skala pelayanan fasilitas. Dengan dasar tersebut, maka pengembangan jenis aktifitas sekunder diarahkan menurut penduduk pendukung dan jenis aktifitasnya. Pasar dikembangkan melayani beberapa kelurahan (satu kecamatan), toko/warung dikembangkan pada tiap kelurahan dan unit lingkungan sedangkan supermarket memiliki skala pelayanan wilayah.
0 komentar
Posting Komentar